Pasar impor dan ekspor Indonesia telah mengalami penyesuaian besar, kebijakan telah diperketat, dan tantangan serta peluang masa depan hidup berdampingan

Beberapa hari lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan akan menurunkan ambang batas pembebasan pajak impor untuk barang e-commerce dari $75 menjadi $3 untuk membatasi pembelian produk luar negeri yang murah, sehingga melindungi usaha kecil dalam negeri. Kebijakan ini mulai berlaku sejak kemarin, yang berarti konsumen Indonesia yang membeli produk luar negeri melalui saluran e-commerce perlu membayar PPN, pajak penghasilan impor, dan bea masuk lebih dari $3.

Berdasarkan kebijakan tersebut, tarif pajak impor untuk barang bawaan berupa koper, sepatu, dan tekstil berbeda dengan produk lainnya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan pajak impor sebesar 15-20% untuk barang bawaan, pajak impor sebesar 25-30% untuk sepatu, dan pajak impor sebesar 15-25% untuk tekstil. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan sebesar 10% PPN dan 7,5%-10% PPh. Pemungutan pajak ini dilakukan secara dasar, sehingga total pajak yang harus dibayarkan pada saat impor akan meningkat secara signifikan.

Tarif pajak impor untuk produk lainnya dipungut sebesar 17,5%, yang merupakan pajak impor sebesar 7,5%, pajak pertambahan nilai sebesar 10%, dan pajak penghasilan sebesar 0%. Selain itu, buku dan produk lainnya tidak dikenakan bea masuk, dan buku yang diimpor dibebaskan dari pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan.

Sebagai negara dengan ciri geografis utama berupa negara kepulauan, biaya logistik di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai 26% dari PDB. Sebagai perbandingan, biaya logistik di negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Singapura hanya mencapai kurang dari 15% dari PDB, Tiongkok 15%, dan negara maju di Eropa Barat bahkan bisa mencapai 8%.

Namun, beberapa orang di industri tersebut mengemukakan bahwa meskipun kebijakan ini berdampak besar, pasar e-commerce Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar untuk dieksplorasi. “Pasar Indonesia memiliki permintaan yang besar terhadap barang impor karena jumlah penduduk, penetrasi internet, tingkat pendapatan per kapita, dan kurangnya barang dalam negeri. Oleh karena itu, membayar pajak atas barang impor dapat memengaruhi keinginan konsumen untuk membeli sampai batas tertentu. Namun, permintaan untuk belanja lintas batas masih akan cukup kuat. Pasar Indonesia masih memiliki peluang.”

Saat ini, sekitar 80% pasar e-commerce Indonesia dikuasai oleh platform e-commerce C2C. Para pemain utamanya adalah Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, BliBli, dan JDID. Para pemain tersebut menghasilkan sekitar 7 miliar hingga 8 miliar GMV, ukuran pesanan harian 2 hingga 3 juta, harga satuan pelanggan 10 dolar, dan pesanan pedagang sekitar 5 juta.

Di antara mereka, kekuatan pemain Tiongkok tidak dapat diremehkan. Lazada, platform e-commerce lintas batas di Asia Tenggara yang telah diakuisisi oleh Alibaba, telah mengalami tingkat pertumbuhan lebih dari 200% selama dua tahun berturut-turut di Indonesia, dan tingkat pertumbuhan pengguna lebih dari 150% selama dua tahun berturut-turut.

Shopee yang diinvestasikan oleh Tencent juga menganggap Indonesia sebagai pasar terbesarnya. Total volume pesanan Shopee Indonesia pada kuartal ketiga 2019 dilaporkan mencapai 63,7 juta pesanan, setara dengan rata-rata volume pesanan harian sebanyak 700.000 pesanan. Menurut laporan seluler terbaru dari APP Annie, Shopee berada di peringkat kesembilan di antara semua unduhan APP di Indonesia dan peringkat pertama di antara semua aplikasi belanja.

Faktanya, sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara, ketidakstabilan kebijakan Indonesia selalu menjadi kekhawatiran terbesar bagi para penjual. Selama dua tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berulang kali menyesuaikan kebijakan bea cukainya. Sejak September 2018, Indonesia telah menaikkan tarif pajak impor untuk lebih dari 1.100 jenis barang konsumsi hingga empat kali lipat, dari 2,5%-7,5% saat itu menjadi maksimal 10%.

Di satu sisi, permintaan pasar sedang tinggi, dan di sisi lain, kebijakan terus diperketat. Pengembangan e-commerce ekspor lintas batas di pasar Indonesia masih sangat menantang di masa mendatang.


Waktu posting: 03-Jan-2020